Featured Article

Jamul Qur'an




BAB 1
PENDAHULUAN

A.   LATAR BELAKANG

Pada permulaan islam bangsa Arab adalah satu bangsa yang buta huruf, amat sedikit diantara mereka yang pandai menulis dan membaca. Mereka belum mengenal kertas, sebagaimana kertas yang dikenal sekarang. Perkataan “Al Waraq” (daun) yang lazim pula dipakaikan dengan arti “kertas”di masa itu, hanyalah dipakaikan pada daun kayu saja. 
Kitab atau buku tentang apapun, juga belum ada pada mereka. Kata-kata “kitab” di masa itu hanyalah berarti: sepotong kulit, batu, atau tulang dan sebagainya yang telah tertulis.
Karena mereka belum mengenal kitab atau buku sebagaimana yang dikenal sekarang , oleh sebab itu di waktu Al-Qur’anul Karim dibukukan di masa Khalifah Utsman bin ‘Affan akan diterangkan nanti, mereka tidak tahu dengan apa Al-Qur’an yamg telah dibukukan itu akan dinamai. Bermacam-macam pendapat sahabat tentang nama yang harus diberikan. Akhirnya mereka sepakat menamainya dengan “Almushhaf” (Isim maf’ul dari ashhafa , dan ashhafa artinya: mengumpulkan (shuhuf), jamak dari shahifah, lembaran-lembaran yang telah bertulis.

B.     RUMUSAN MASALAH
·         Bagaimana proses pengumpulan Al-Qur’an ?
·         Apa sebab dikumpulkanya Al-Qur’an ?
·         Apa alasan pengumpulan Al-Qur’an di masa Nabi, Khulafa’urosyidin, dan masa stelah Khulafa’urosyidin ?
C.   TUJUAN
·         Mengetahui Bagaimana proses pengumpulan Al-Qur’an
·         Mengetahui  sebab dikumpulkanya Al-Qur’an
·         Mengetahui alasan pengumpulan Al-Qur’an di masa Nabi, Khulafa’urosyidin, dan masa stelah Khulafa’urosyidin. 


         BAB 2
PEMBAHASAN
PROSES PENGUMPULAN AL-QUR’AN
Telah kita ketahui bahwa alqur’an itu diturunkan berangsur-angsur setiap turun Al Qur’an Nabi s.a.w menyuruh penulis wahyu untuk menulisnya. Dan kebanyakan dari para sahabat menghafalnya. Akan tetapi walaupun ditulis oleh para penulis wahyu, namn Al Qur’an tidak akan terkumpul dalam satu mushhaf (buku).
Para sahabat di masa Nabi s.a.w  masih menulis pada kepingan-kepingan tulang, pelepah-pelepah korma dan pada batu-batu.mereka menulis alwur’an pada benda-benda tersebut karena kertas pada masa itu belum ada. Maka walaupun alqur’an telah terkumpul semuanya dan ditulis pada benda-benda tersebut. Namun  alqur’an tidak terkumpul dalam satu mushhaf.[1]
Sesudah Rasulullah wafat, para sahabat baik anshar maupun muhajirin, sepakat mengangkat Abu Bakar menjadi khalifah. Pada masa awal pemerintahanya banyak diantara orang-orang islam yang belum kuat imanya. Terutama di Nejed dan Yaman banyak diantara mereka yang menjadi murtad dari agamanya, dan banyak pula yang menolak membayar zakat. Disamping itu banyak pula orang-orang yang mengaku dirinya sebagai nabi . hal ini dihadapi oleh Abu Bakar dengan tegas. Maka terjadilah peperangan yang hebat untuk menumpas orang-orang murtad dan pengikut-pengikut orang yang mengaku dirinya nabi itu.diantara peperangan-peperangan itu yang terkenal adalah peperangan yamamah. Dalam peperangan ini telah gugur 70 orang penghafal Al-Qur’an. Bahkan sebelum itu gugur pula hampir sebanyak itu dari penghafal Al-Qur’an di masa nabi pada suatu pertempuran Ma’unah dekat kota Madinah.[2]
Oleh karena Umar bin Khattab khawatir akan guurnya para sahabat penghafal Al-Qur’an yang masih hidup, maka ia lalu datang kepada Abu Bakar memusyawarahkan hal ini. Dan dipilihlah Zaid bin Tsabit seorang pemuda cerdas yang mendapat kepercayaan penuh dari Abu Bakar sekaligus seorang penulis wahyu yang selalu disuruh oleh Rasulullah.   
Dalam usaha mengumpulkan ayat-ayat suci Al-Qur’an itu Zaid bin Tsabit bekerja amat teliti. Sekalipun beliau hafal Al-Qur’an seluruhnya, tetapi untuk kepentingan pengumpulan Al-Qur’an yang sangat penting bagi umat islam itu, masih memandang perlu mencocokan hafalan atau catatan sahabat-sahabat yang lain dengan disaksikan oleh dua orang saksi.
    Zaid bin tsabit dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh beberapa sahabat lain, dan kesemuanya merupakan penghafal alqur’an, yaitu: uabay ibnu ka’ab, ali bin abai thallib dan utsman ibnu ‘affan. Mereka berulangkali me ngadakan pertemuan dan mereka mengumpulkan tulisan-tulisan yang mereka tuliskan di masa Nabi.
Dengan demikian Al-Qur’an seluruhnya telah ditulis oleh Zaid bin Tsabit dalam lembaran-lembaran, dan diikatnya dengan benar, tersusun menurut urutan ayat-ayat sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Rasulullah, kemudian diserahkan kepada Abu Bakar. Mushhaf ini tetap ditangan Abu Bakar sampai ia meninggal, kemudian dipindahkan ke rumah Umar bin Khattab dan tetap ada disana selama pemerintahanya. Sesudah wafat, mushhaf itu dipindahkan ke rumah Hafsah, istri Rasulullah sampai masa pengumpulan dan penyusunan Al-Qur’an dimasa Khalifah Utsman.
SEBAB DIKUMPULKANYA AL-QUR’AN
Pada masa  kepemimpinan Utsman Islam telah tersebar luas. Kaum muslimin hidup berpencar di berbagai penju kota mapun pelosok. Di setiap kampung terkenal qira’ah  sahabat yang mengajarakan Al-Qur’an kepada penduduk  kampung itu. Penduduk Syam memakai qira’ah  Ubai bin Kaab. Penduduk Kufah memakai qira’ah Abdullah bin Mas’ud, dan yang lainya lagi memakai qira’ah Abu Musa Al-Asy’ari. Maka tidak diragukan lagi timbul perbedaan bentuk qira’ah  di kalangan mereka, sehingga membawa pada pertentangan dan perpecahan diantara mereka sendiri. Bahkan terjadi dari sebagian mereka mengkafirkan sebagian yang lain, disebabkan perbedaan qira’ah tersebut.
Itulah sebabnya, Utsman kemudian befikir dan merencanakan untuk membendung sebelum pertentangan dan perpecahan  pandai meredamkan persengketaan itu. Mereka bersepakat menerima perintah Amirul Mukminin. Yakni, membuat mushhaf yang banyak, lalu membagi-bagikanya ke seitap pelosok dan kota, sekaligus memerintahkan manusia membakar selain mushhaf itu, sehingga tidak ada lagi lorong yang menjerumuskan mereka ke persengketaan dalam bentuk-bentuk qira’ah.[3]

ALASAN PENGUMPULAN AL-QUR’AN DI MASA NABI, KHULAFAU’UROSYIDIN DAN MASA SETELAH KHULAFA’UROSYIDIN
  Pengumpulan Al-Qur’an di masa Nabi bertujuan untuk memelihara kemurnian Al-Qur’an. Yaitu setiap kali ayat-ayat Al-Qur’an diturunkan Nabi menyampaikan dan mengajarkanya kepada para sahabat, dan mendorong mereka untuk menghafalnya. Cara-cara itu terlaksana sebab ayat-ayat Al-Qur’an diturunkan secara bertahap. Kemudian Nabi memanggil beberapa penulis untuk menuliskanya, yang mana tulisan-tulisan tersebut diserahkan kepada Nabi SAW untuk disimpan, dan masing-masing sahabat juga menyimpanya untuk diri sendiri di rumah.
Perhatian Nabi Muhammad yang sungguh-sungguh pada pemeliharaan autensitas Al-Qur’an tampak pada larangan beliau yang disampaikan kepada para sahabat ketika itu agar tidak menulis apapun yang mereka terima dari Nabi SAW kecuali Al Qur’an.[4]
Sedang di masa khulafa’urosyidin pengumpulan Al-Qur’an dilakukan dengan menyalin lembaran-lembaran tersebut  ke dslsm yang kemudian dibukukan dalam jumlah banyak,  lalu membagi-bagikanya ke seitap pelosok dan kota, sekaligus memerintahkan membakar selain mushhaf itu, sehingga tidak ada lagi  perselisihan dan perpecahan akibat perbedaan tentang bacaan Al-Qur’an.Maka dari mushhaf yang ditulis di zaman Utsman (akhir tahun 24) itulah kaum muslimin di seluruh pelosok menyalin Al-Qur’an itu.[5]
Sesudah masa khulafa’urosyidin dari Naskhah-nashkah yang dikirim ‘Utsman itu ummat Islam menyalin Al-qur’an untuk mereka masing-masing dengan sangat hati-hati, hemat dan cermat. Maka dengan tersebarnya mushhaf itu bersungguh-sungguhlah umat Islam menghafal Al-Qur’an, mentajwidkan hafalanya dan menyalin mushhaf-mushhafnya.
Ada riwayat menerangkan, bahwa bilangan mushhaf yang diangkat atas ujung lembing dalam peperangan Ali dengan Mu’awiyah, ada 300 buah banyaknya. Ini menyaakan bahwa prnyalinan mushhaf sangat pesat dilakukan. Maka dengan berangsur-angsur lenyaplah mushhaf yang ditulis para sahabat dan tinggallah dalam pelukan masyarakat mushhaf yang ditulis oleh Utsman yang di namai dengan mushhaf Al Imam.[6]     


  



DAFTAR PUSTAKA
Ashshiddieqy, Muhammad Hasbi, 1990, Sejarah dan Penganta Ilmu Al Qur’an/Tafsir, Jakarta: Bulan Bintang
Prof. Dr. Budiharjo, M.Ag. 2012, pembahasan Ilmu-Ilmu Al Qur’an, yogyakarta: lokus
Yayasan Penylenggara Penerjemah Al-Qur’an, 2002, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahnya Departemen Agama RI, Semarang: Karya Toha Putra
Ash-Saubani, Syekh Muhammad Ali, 2001, Ikhtisar Ulumul Qur’an praktis, Jakarta: Amani
Bell, Richard, 1991, Pengantar Studi Al Qur’an, Jakarta Utara: Raja Grafindo Persada





                                                     


[1]  Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan pengantar Ilmu Al Qur-an/Tafsir  ( jakarta, PT Bulan Bintang 1990 )hlm. 83
[2] Yayasan Penylenggara Penerjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahnya Departemen Agama RI ( Semarang, PT. Karya Toha Putra)hlm.20 
[3] Syekh Muhammad Ali Ash-Saubani, Ikhtisar Ulumul Qur’an praktis (Jakarta, Pustaka Amani 2001)hlm. 90
[4] Prof. Dr. Budiharjo, M.Ag. pembahasan Ilmu-Ilmu Al Qur’an  ( yogyakarta, lokus 2012 )hlm.89
[5] Yayasan Penylenggara Penerjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahnya Departemen Agama RI ( Semarang, PT. Karya Toha Putra)hlm.23 
[6] Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan pengantar Ilmu Al Qur-an/Tafsir  ( jakarta, PT Bulan Bintang 1990 )hlm. 95

0 komentar: